Author: Dan Ariely
Tentang: Buku ini ngasih beberapa hal irasional yang manusia sering lakuin secara ga sadar. Ke-irasionalan ini banyak ngaruh ke kehidupan pribadi kita maupun sosial.
Komentar: Beberapa ke-irasionalan manusia sering berhubungan sama kenapa kita beli produk atau ngelakuin hal tertentu yang kurang bermanfaat buat kita, tapi kita tetep lakuin. Paling engga, abis baca buku ini kita bisa lebih hati-hati dalam ngambil keputusan buat ngelakuin sesuatu.
Buku ini dalam 3 kalimat:
- Semua hal di mata manusia itu relatif. Kita ga bisa ngeliat harga atau value dari suatu barang tanpa nge-bandingin dengan yang lain. (Kita ga bisa bilang barang mahal tanpa secara ga sadar bandingin harga barang tersebut sama barang lainnya).
- Otak kita gampang buat di"kondisi"kan. Kalo kita sebelumnya ter-ekspose sama angka yang gede, kita bakal cenderung rela ngeluarin duit dalam jumlah gede juga. Begitu juga sebaliknya.
- Urusan sosial dan bisnis sebaiknya engga dicampur jadi satu. Itu kenapa banyak pertemanan yang runyam gara-gara mereka buka bisnis bareng.
Ringkasan / Catatan Buku:
1. Semuanya itu relatif
- Waktu kita liat harga sebuah produk, otak kita akan coba inget2 harga yang pernah kita liat buat produk yang sama. Dari situ, kita baru nentuin apakah produk yang kita liat mahal atau engga
- Contoh: orang yang biasa ngopi di starbaks bakal ngeliat kopi harga 50ribuan sebagai "biasa aja." Sedangkan orang yang ngopi di rumah liat harga kopi yang sama sebagai "mahal."
- Kalo ada tiga barang, A, A-, dan B. Orang akan pilih yang A, karena ada pembanding yang jelas.
- Contoh: Kalo dihadepin sama pilihan menu: Pasta daging (A), Pasta polosan (A-), dan Burger (B). Orang akan cenderung pilih pasta daging, karena ada pembanding yang lebih jelek yaitu pasta polosan
- Produk yang paling mahal biasanya susah laku, karena dia dipake sebagai pembanding (orang bakal beli yang kedua termahal/dibawahnya)
- Ada sebuah experimen:
- Apabila ada pilihan: 1) beli pulpen harga Rp30.000 di toko dekat rumah (2–3 menit jalan kaki) atau 2) beli pulpen harga Rp10.000 di toko agak jauh (15 menit jalan kaki), kebanyakan orang akan memilih yang kedua dan lebih memilih save uang Rp20.000. dengan nalar “lumayan 20 ribu”
- Tapi kalo pihannya: 1) beli sepatu harga Rp520.000 di toko dekat rumah (2–3 menit jalan kaki) atau 2) beli sepatu harga Rp500.000 di toko agak jauh (15 menit jalan kaki), kebanyakan orang akan memilih yang pertama, dengan nalar "520 sama 500 beda dikit, gapapa deh keluar banyak dikit daripada harus jalan".
- Sama-sama cuma Rp20.000, tapi perilaku kita ke jumlah tersebut bakal beda tergantung situasi-nya
2. Supply dan Demand cuma ilusi belaka
- Konsep "imprinting". Konsep dimana kita akan cenderung percaya informasi baru meskipun hal tersebut absurd. Kepercayaan itu bisa kita bawa terus untuk kurun waktu yang lama.
- Contoh: Kita dikasih tau dari kecil kalo mau punya duit banyak harus jadi PNS atau jadi pebisnis. Sampe gede, kita bakal susah percaya kalo ada cara lain buat punya banyak duit selain dua cara itu
- Contoh lain: Kenapa berlian mahal? karena dari awal udah dibikin mahal, dan semua orang percaya bahwa berlian emang mahal, jadi secara turun temurun berlian diasosiasikan sama harga mahal (kaya anak bebek, kita bakal terus ngikutin siapa yang kita liat pertama kali) Dalam hal ini, sekali otak kita udah asosiasiin berlian dengan barang mahal, maka bakal susah buat kita berpikir sebaliknya.
- Pernah liat restoran antri panjang? Pertanyaannya, 1) apakah emang beneran enak jadi banyak yang ngantri, atau, 2) karena ngantri, orang pada mikir kalo makanannya enak jadi ikutan ngantri
- Mirip kaya kasus lagu misalnya. Banyak yang download belum berarti lagunya emang bagus. Tapi karena kita liat banyak yang download, kita secara sadar ga sadar bakal ngeyakinin diri kita sendiri bahwa lagunya emang bagus.
- Kenapa orang rela beli kopi mahal di starbak? Karena yang mereka beli bukan rasanya, tapi prestigenya dan sebagai bukti panjat sosial.
- Priming effect: ada sebuah experimen dimana ada dua grup yang bakal dibacain sebuah puisi. Di grup pertama, sebelum dibacain puisi ditanya apakah rela BAYAR Rp100ribu. Sedangkan grup kedua, sebelum dibacain puisi ditanya apakah rela DIBAYAR Rp100ribu. Habis selesai dibacain puisi, kedua grup sama-sama diminta duit sukarela. Grup pertama, jauh lebih banyak yang ngasih meskipun cuma 10-20ribu dibanding grup kedua.
- Why? Karena grup kedua udah di"kondisikan" buat dibayar. Jadi pas ujung2nya malah diminta sumbangan, mereka ga rela
- Kalo kita expect sesuatu rasanya bakal enak, maka bakal enak beneran
- Contoh: Di kasus starbaks, dengan kita ngeliat interior yang modern, nyaman, dan mewah, secara ga sadar bakal bikin kopi yang kita minum berasa makin enak. Kasarannya, orang minum kopi yang sama tapi yang satu di starbak dan yang satu di pinggir jalan, rasanya bakal beda.
- Ini juga ngaruh ke stereotype.
- Contoh: kita dari kampus ga terkenal mau ikut lomba science dan musuhnya banyak orang dari kampus ternama. Begitu kita ngerasa down, performa kita juga bakal ikutan turun juga.
- Cara ngatasiinya adalah: cari kesamaan antara kita dan mereka (sama-sama manusia, sama-sama makan nasi, sama-sama belum lulus, dll)
- Semakin mahal barang bikin berasa bahwa barang tersebut 'terkesan' lebih nyaman atau bagus "Wah harganya mahal, pasti bagus" padahal belum tentu juga.
3. Uang bisa bikin kita irasional
- Ada sebuah experimen, dimana orang-orang ditawarin ada dua coklat.
- Cokelat A harga Rp50ribu (rasa premium). Cokelat B harga Rp10ribu (rasa biasa aja), dan setiap orang cuma boleh beli satu. Kebanyakan, orang beli yang Cokelat A karena lebih ngutamain rasa.
- Di hari besoknya, kedua coklat di diskon, Cokelat A jadi Rp25ribu, Cokelat B jadi 0 alias GRATIS. Yang lucu, sekarang orang lebih milih cokelat B karena gratis. Secara matematis, harusnya Cokelat A lebih nguntungin karena mereka dapet potongan Rp25ribu dibanding Cokelat B yang potongonnya cuma Rp10ribu. Mereka lebih milih cokelat B karena otak manusia jadi ga rasional begitu liat sesuatu yang GRATIS.
- Alesan lainnya adalah kita lebih takut kehilangan uang, jadi kalo ada opsi GRATIS, kita bakal cenderung pilih yang itu.
- Kita lebih cenderung berani nyuri barang, ketimbang nyuri uang, meskipun secara value sama.
- Contoh: Kita "ga tega" buat nyuri duit Rp100ribu, tapi lebih tega buat nyuri bolpen/tumblr/barang yang punya harga yang sama. Alesannya adalah, uang punya potensi buat dibelanjaain jadi kebutuhan hidup, jadi kita ngerasa kesian (misal, takut kalo yang kita curi jadi ga bisa beli makan)
4. Norma sosial vs norma pasar
- Kehidupan bersosial, umumnya pake norma sosial (saling bantu satu sama lain), dan jarang ada campur tangan duit. Begitu duit dibahas, malah bisa jadi runyam. Ini biasanya kenapa kalo kita buka bisnis, dan jual ke keluarga sendiri biasanya malah jadi lebih ribet.
- Norma pasar adalah dimana kita ngeliat nilai sesuatu secara material. Contoh, berapa gaji yang pantes buat kita.
- Dalam sebuah eksperimen, tiga grup berbeda dimintai tolong untuk membantu memindahkan sofa ke dalam rumah.
- Grup pertama hanya sekedar dimintai tolong, alias tidak dibayar sepeser pun. Grup kedua dibayar sangat kecil, dan Grup ketiga dibayar dengan jumlah yang lumayan. Masing-masing grup dimintai tolong pada waktu yang berbeda sehingga mereka tidak saling tau tentang grup lainnya. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa orang-orang dari Grup ketiga mayoritas mau membantu memindahkan sofa ke dalam rumah.
- Sebaliknya, Grup kedua mayoritas tidak mau (wajar, mungkin karena bayarannya kecil). Yang aneh, Grup pertama mayoritas mau membantu padahal TIDAK DIBAYAR SAMA SEKALI. KOK BISA?
- Jawabannya adalah, saat tidak ada campur tangan uang, manusia menggunakan norma sosial “ah ada yang minta tolong, gw bantuin deh kasian”. Dan, ada tendensi manusia sebagai mahkluk sosial malu kalau tidak membantu kalau dimintai tolong. Begitu ada campur tangan uang, mereka akan menggunakan norma pasar, mereka akan menggunakan akal nya untuk menilai apakah jumlah bayaran setimpal dengan kerja yang mereka lakukan. Dalam kasus Grup kedua, mungkin mereka berpikir "dih angkat sofa berat-berat dibayar segitu doang". Disini mereka tidak enggan menolak, karena ini adalah "transaksi bisnis" bukan "permintaan tolong".
- Pas pacaran, jangan terlalu ngomongin harga, karena ntar jadi norma pasar dan hubungan jadi ga lancar
- Kadang hukuman sosial bisa jadi lebih efektif, karena kalo hukumannya duit, orang yang punya duit bakal dengan senang hati bayar denda dan ngelanggar peraturan yang ada.
- Sebaliknya, kadang hadiah dalam bentuk "sosial" lebih ngefek daripada hadiah dalam bentuk material.
- Contoh: Ada baiknya ngasih hadiah liburan ke luar kota daripada ngasih hadiah dalam bentuk barang ke pacar atau anak buah.
- Kita bakal lebih semangat kerja begitu mengedepankan norma sosial ketimbang norma pasar.
- Contoh: Polisi, tenaga medis, pemadam kebakaran, lebih digerakkan sama energi "sosial" (keselamatan orang lain) ketimbang gaji yang mereka dapet.
5. You're not gonna like it when I am angry.
- Sama kaya Hulk yang punya kepribadian 180 derajat dari Dr. Bruce Banner, kita juga bakal jadi orang yang sama sekali beda kalo kita lagi marah, horn*, atau jatuh cinta.
- Contoh: gampang buat orang bilang "aku ga akan ninggalin kamu selamanya" waktu awal-awal jatuh cinta. Ujung-ujungnya, ada juga yang baru berapa tahun pacaran atau nikah udah selingkuh. Kenapa? karena waktu awal2 jatuh cinta mereka adalah orang yang berbeda.
- Itulah kenapa, ada baiknya keputusan-keputusan penting diambil di mana kita bener-bener jadi diri sendiri (engga lagi dipengaruhi emosi marah atau lain2nya)
- Kita juga suka meng overestimate (melebih-lebihkan) kemampuan kita di masa depan.
- Contoh: "Gw bakal diet mulai minggu depan!" kalo hari ini aja ga berani take action buat diet, apa yang bakal bikin kita bakal beneran diet 7 hari dari sekarang?
- Contoh lain: "Percaya ntar kalo di mall gw ga akan beli apa-apa" Kita cenderung gampang ngomong begitu kalo lagi engga di mall. Begitu udah beneran sampe mall, kita udah jadi orang yang beda. Kita ujung2nya bakal kalap belanja juga.
- Itulah kenapa banyak orang milih buat ga nyemplung ke dunia politik dari awal karena mereka tau mereka ga bisa ngontrol diri ketika ada godaan korupsi pas udah nyemplung kedalemnya.
- Salah satu cara supaya kita beneran diet kalo kita bilang "Gw bakal diet mulai minggu depan!" adalah dengan bikin pernyataan kita online di sosmed, supaya ada tekanan dari sosial. (Inget: hukuman sosial lebih efektif daripada hukuman fisik. Orang akan malu kalo dibilang "omong doang" jadi mereka lebih terdorong buat beneran diet)
- Cara "dictatorial" juga bisa diterapin. Kita bisa minta orang terdekat kita buat terus ingetin kita buat diet, dan minta buat marahin kita kalo kita ga menepati janji kita.
6. Harga dari sebuah kepemilikan
- Ada konsep yang namanya "endowment effect": Dimana kita akan pasang value yang tinggi banget untuk sesuatu yang udah jadi punya kita
- Contoh: orang yang udah punya barang limited kalo disuruh lepas bakal cenderung pasang harga yang lebih tinggi dibanding harga pasaran
- Endowment effect ini bisa nempel ke kita dalam hitungan menit aja.
- Ada eksperimen dimana orang-orang dikasih barang random. Selang beberapa menit, barang random tersebut dituker dengan barang random lainnya. Hampir dari mereka semuanya nolak karena "merasa" udah memiliki barang yang pertama kali dikasih tadi “kan udah ngasih, kok dituker? ikhlas ga?!”
- Alesan kenapa kita susah buat move-on dari mantan kali ya huehuehue
- Cara buat ngebuang barang kita yang udah ga berguna: Anggep kita harus pindah rumah gara-gara bencana atau perang. Dan kita cuma bisa bawa 1 koper aja. Nah apapun yang ga masuk ke dalem koper itu sejatinya bukan barang penting bagi kita.
- Virtual / partial ownership: Adalah endowment effect yang nempel kekita waktu kita "nyobain" barang tersebut (test drive mobil baru, free trial dari apps, model jual-beli "pegang aja dulu bro, bayar belakangan")
Comments
Post a Comment