Author: Daniel Kahneman
Tentang: Daniael Kahneman adalah salah satu pemenang hadiah Nobel di bidang behavorial economics dengan "Prospect Theory" nya. Buku ini ngasih tau bahwa manusia punya dua cara berpikir yang dipake sehari-hari. Yaitu mikir pake otak cepat dan otak lambat. Otak cepat dibutuhkan manusia disaat emergensi dan bertahan hidup, karena disinilah insting manusia jalan. Tapi, kalo kita ngambil keputusan pake otak cepat, maka kita akan rentan dengan bias dan lain-lain.
Komentar: Karena memang ini adalah buku ini dasarnya adalah buku psikologi, disini banyak dikasih tau keputusan-keputusan kita yang "engga" logis, yang kita sendiri ga sadarin. Dan, si "Prospect Theory" udah terbukti jadi salah satu penggerak utama dari keputusan-keputusan manusia, termasuk yang berkaitan dengan uang.
Buku ini dalam 3 kalimat:
- Ada dua sistem berpikir. Cepat dan Lambat. Cepat: disaat emerjensi, rentan bias. Lambat: Analitikal dan logis, tapi makan energi
- Banyak perilaku atau keputusan yang kita ambil, diambil pake otak cepat, sehingga kita rentan kena bias-bias dan efek-efek yang bikin keputusan kita jadi ga rasional.
- Dalam pengambilan keputusan, kita lebih takut kehilangan sesuatu (loss) dibanding dapet sesuatu yang baru (gain).
1. Dua cara berpikir
- Otak cepat: cepet, responsif, insting. Biasa dipake di keadaan genting, kaya kalo ada bencana alam, respons ke ancaman, atau situasi hidup-mati. Otak cepat adalah pemikiran yang (mungkin) lebih ngandelin emosi dan insting, yang mana rentan kena bias.
- Problemnya, si otak cepat sering secara ga sadar dipake ngambil keputusan-keputusan penting, kaya keputusan buat beli produk tertentu
- Hal ini terjadi karena mikir pake otak cepet ga butuh energi banyak, jadi kadang otak kita secara otomatis bakal pake otak ini dulu buat menghemat energi
- Otak lambat: rasional, logis, analitis. Ini otak yang aktif dan biasa dipake kalo kita lagi ngegarap tugas kuliah, kerjaan di kantor, dan kegiatan apapun yang butuh kemampuan analitis. Otak ini emang cenderung ga aktif saat kita harus ngambil keputusan-keputusan yang kesannya sepele, kaya pilih menu makan, belanja shopie, dll. Bahkan, kadang saat kita harus ngambil keputusan yang penting kaya keputusan medis, pendidikan, dan karir, otak cepet yang bakal aktif duluan.
2. Contoh-contoh bias otak cepat
- Availability heuristic - adalah bias dimana kita lebih percaya sama sesuatu yang informasinya lebih banyak beredar.
- Contoh: Kita percaya rokok itu lebih bahaya daripada gula, karena berita tentang bahaya gula lebih jarang beredar di media daripada berita tentang bahaya rokok. Padahal, angka kematian gara-gara gula jauuuuuuh lebih banyak daripada angka kematian gara-gara rokok.
- Contoh lain: Mana kemungkinan yang lebih mungkin terjadi - (1) Lulusan Fakultas Hukum punya hobby masak, atau (2) Lulusan Fakultas Hukum kerja jadi pengacara dan punya hobby masak?
- Kalo kalian jawab (2), itu tanda otak cepat kalian yang ambil alih. Jawaban yang bener adalah yang (1). Secara matematika, probabilitas A akan selalu lebih besar daripada probabilitas A+B. Kenapa kita cenderung jawab (2)? Karena kita "terkecoh" sama informasi yang ada (Fakultas hukum dan pengacara)
- Confirmation bias - kita cenderung cari informasi yang mendukung pernyataan kita ketimbang informasi yang bertentangan.
- Contoh: Kita lagi debat, kita percaya bahwa kebanyakan makan indomi bikin bego. Buat ngedukung argumen kita, kita googling "bukti bahwa indomi bikin bego". Engga puas, kita mulai cari bukti-bukti lain dari jurnal penilitian dan lain-lain. Akhirnya kita nemu 1-2 bukti ilmiah kalo indomi bikin bego, dan kita berasa argumen kita ga terbantahkan. Padahal, kalo kita cari bukti sebaliknya bukti bahwa indomi ga bikin bego ada berkali-kali lipat lebih banyak
- Dalam cari informasi, kita harus objektif dan ga cuma fokus ke informasi yang ngedukung argumen kita aja.
- Overconfidence/Planning fallacy - Kita suka melebih-lebihkan kemampuan kita sendiri. Ini yang sering bikin rencana kita ga sesuai ekspektasi. Resolusi tahunan ga pernah jadi kenyataan, target turun berat badan gagal, target nabung berantakan, dll.
- Salah satu cara biar kita kebal dari fallacy ini adalah dengan rajin bikin planning dan evaluasi. Dari situ kita bisa secara objektif tau kemampuan kita ada dimana
- The law of small numbers - Kadang angka ga relevan
- "Dari hasil survey ke 150 pekerja di Jakarta, 70% mengatakan bahwa mereka ga bahagia" Kesimpulan apa yang bakal kamu ambil? Mungkin "Oh kerja di Jakarta bikin kita jadi ga happy" Padahal, kalo kita coba pikir ulang dengan lebih seksama, hasil survey nya patut di pertanyakan. Ada minimal 5 juta pekerja di Jakarta, dan yang di survey cuma 150 atau 0.00003%! Otak cepat kita bakal lebih fokus ke kalimat kedua "70% mengatakan bahwa mereka ga bahagia" dan engga begitu peduli sama jumlah sampel.
- Yang bahaya adalah, "Gw pernah denger di berita COVID itu konspirasi" dan "Gw denger di toilet ada yang bilang kalo COVID itu konspirasi" bakal berujung kita percaya hal yang sama yaitu "COVID itu konspirasi," ga peduli sumbernya dari mana.
3. Prospect Theory
- Utility, Relativity, and Prospect
- Secara teori utilitarian, 1+1=2, 2+2=4. Rp100ribu+Rp100ribu=Rp200ribu. Angka punya nilai yang absolut. Rp100ribu ya mau gimanapun adalah Rp100ribu.
- Padahal, secara teori relativitas, Rp100ribu punya nilai yang berbeda, tergantung pembandingnya. Bagi orang yang ga punya duit, Rp100ribu punya arti dia bisa hidup 2-3 hari lagi. Bagi orang yang sebulan gajinya 1M, Rp100ribu berasa tissue buat bersihin ingus.
- Sedangkan di Prospect theory, Rp100ribu punya nilai yang berbeda. Rasa sakit kehilangan Rp100ribu 2x lebih gede daripada rasa bahagia kalo kita dapet duit Rp100ribu. Dan ini berlaku ke semua orang, mau kaya ataupun miskin.
- Rasa kehilangan sesuatu 2x lebih gede daripada dapet sesuatu. Ini bikin orang lebih cenderung ngehindarin sengsara/kehilangan sesuatu (risk averse) daripada harus dapet suatu yang baru.
- Contoh: Skenario (1) Udah pasti dapet 900ribu atau gambling, 10% dapet 0 rupiah, 90% kemungkinan dapet 1 juta. Kebanyakan bakal pilih yang pasti2 aja, yaitu dapet 900ribu.
- Skenario (2) Udah pasti kehilangan 900ribu atau gambling, 10% duit kita ilang, 90% kehilangan 1 juta. Kebanyakan bakal pilih 90% kehilangan dapet 1 juta. Kenapa? Di skenario (1), dapet 900ribu udah alhamdulillah, ga usah gambling buat dapet 100ribu lebih. Di skenario (2), ilang extra 100ribu mayan, berasa jadi kita cenderung gambling (10% duit kita ga ialng).
- Risk averse juga biiin kita ngambil keputusan yang beda tergantung dari informasi yang kita dapet.
- Misal, orang tua kita butuh penanganan medis.
- Skenario (1) Apabila informasi yang kita dapet dari dokter adalah "80% pasien yang menjalani operasi bisa sembuh." Maka kita akan dengan pede ikut prosedur tersebut.
- Skenario (2) Tapi kalo informasi yang kita dapet dari dokter adalah "20% pasien yang menjalani operasi gagal." Maka kita akan dengan tegas nolak. Padahal, apa bedanya sama yang pertama? Yang beda adalah otak cepat kita langsung otomatis fokus ke kata-kata "gagal"
- Yang unik, di skenario (1), meskipun mereka setuju, tapi begitu diingetin "80% emang berhasil, tapi artinya ada 20% kemungkinan gagal" otomatis mereka semua nolak
- Intinya, otak manusia bakal lebih fokus ke hal negatif (20% kemungkinan gagal) ketimbang hal positif (80% berhasil). Itulah kenapa banyak produk kesehatan/asuransi suka pake hal negatif buat masarin produknya. Kita ga peduli kalo kita makin sehat. Kita baru peduli kalo kita bakal jatuh sakit.
- Endowment effect - dimana kita jadi cenderung melebih-lebihkan nilai dari apa yang kita (pernah) punya.
- Contoh: orang yang udah punya barang limited kalo disuruh lepas bakal cenderung pasang harga yang lebih tinggi dibanding harga pasaran
- Endowment effect ini bisa nempel ke kita dalam hitungan menit aja.
- Ada eksperimen dimana orang-orang dikasih barang random. Selang beberapa menit, barang random tersebut dituker dengan barang random lainnya. Hampir dari mereka semuanya nolak karena "merasa" udah memiliki barang yang pertama kali dikasih tadi “kan udah ngasih, kok dituker? ikhlas ga?!”
- Alesan kenapa kita susah buat move-on dari mantan kali ya huehuehue
- Virtual / partial ownership: Adalah endowment effect yang nempel kekita waktu kita "nyobain" barang tersebut (test drive mobil baru, free trial dari apps, model jual-beli "pegang aja dulu bro, bayar belakangan")
Comments
Post a Comment