"Apa kehidupan yang kita impiin itu harus megah dan mevvah?"
Saya pernah punya mimpi menjadi seorang arsitek ternama. Ditengah jalan meniti mimpi, saya ngerasa bahwa itu bukan untuk saya. Saya pernah punya mimpi jadi digital illustrator. Baru bikin berapa karya saya, udah bosen. Bertahun-tahun saya coba cari apa sebenarnya mimpi saya.
Kebanyakan dari kita, sering ngimpiin hal-hal yang terlalu fantastis. Padahal, mungkin, ternyata yang kita inginkan selama ini mungkin sudah ada di depan mata.
Saya coba jawab pertanyaan diatas berulang-ulang. Saya coba mikir, apa sebenernya hal-hal yang bisa bikin saya bahagia?
Setiap pagi,
Mata terbuka, mencium selamat pagi ke sang pendamping hidup.
Jendela terbuka, melihat tarian dedaunan di pagi hari.
Kopi tertuang, menikmati setiap tetes tanpa peduli dunia.
Setiap siang,
Menulis, membiarkan yang lain membaca isi hati
Membaca, merasakan yang lain menulis
Bertemu dan bercanda, memanjakan lidah dan telinga
Setiap malam,
Kembali ke rumah, kembali ke sang penjaga hati
Kembali ke jamuan cerita malam
Kembali ke kematian, bersyukur, dan bersiap hidup di kemudian hari
Kita mungkin buang-buang waktu mencari kehidupan impuan. Padahal, selama ini, bisa aja semua itu sudah ada di depan mata. Tapi, kita nggak pernah sekalipun coba berhenti sejenak, dan menerima anugrah berupa kehidupan yang kita impikan.
Comments
Post a Comment