Kampung dan 'slow-living'

Salah satu pelajaran penting selama saya berkarir belajar kehidupan di kampung selama delapan tahun adalah: Slow Living.

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan urban, dimana kita saling berlomba panjat sosial, masyarakat kampung kota hidup damai dan belajar puas sama apa yang mereka miliki. Memang, secara ekonomi mereka masih bisa dibilang kurang kalo dibandingin sama masyarakat urban. Tapi, justru gara-gara itulah mereka jadi saling bergantung dan bantu satu sama lain, yang akhirnya menciptakan jaringan sosial yang kuat dan erat.

Mereka ga butuh ikea, mereka bikin furniture mereka sendiri. Mereka ga butuh barang branded, baju partai atau daster udah cukup bagi mereka. Mereka ga butuh gadget mahal, pas nongkrong, rokok dan korek yang mereka taruh diatas meja. Di sisi lain, beberapa dari kita rela lembur, atau bahkan kredit, dan paylater demi bisa beli gadget atau apapun biar ga ketinggalan sama yang lain. Di salah satu kantor teman saya, mereka yang ga punya tumbler  starbuck dianggep ketinggalan zaman. Di kantor lain, yang make android dikucilin (mayoritas chat group mereka pake iMessage, khusus iPhone). 

Banyak dari kita yang mungkin masih kejebak di standar kehidupan masyarakat urban (termasuk saya sendiri). Tapi, kita bisa belajar dari masyarakat kampung kota supaya bisa terbebas dari beban kehidupan yang ga penting.

Gadget, tumbler starbuck, dan tas branded ga ngejamin kebahagiaan seseorang - Kalo masyarakat kampung kota bisa bahagia dengan hidup sederhana dengan apa yang mereka punyai sekarang, kenapa kita engga?
Kampung ngajarin saya bahwa komunitas atau circle yang baik adalah yang anggota nya saling ngebantu, berbagi, dan ga memandang apakah mereka punya iPhone atau engga.  Kalo circle / grup pertemanan mengharuskan kita pake brand atau barang tertentu, mendingan kita tinggalin. 

Kalau ga penting-penting amat, ada baiknya kita coba benerin atau cari alternatif yang lebih terjangkau waktu barang kita ada yang rusak - Masyarakat kampung kota itu spontan dan kreatif. Keterbatasan finansial bikin mereka kreatif dalam manfaatin benda-benda disekitar mereka

Engga dipungkiri kalo masyarakat kampung kota juga punya tantangannya sendiri. Beberapa dari mereka juga struggling mencari nafkah. Tapi, mereka tetep menjalani hidupnya dengan bahagia. Mereka saling bantu, kadang mereka sukarela bagi-bagi bahan makanan, dan dibales sama keluarga lainnya yang dengan sukarela nyuciin pakaian. Dan yang terpenting, mereka ga pusing ngurusin tuntutan perkembangan zaman dengan alih-alih panjat sosial seperti masyarakat urban pada umumnya.

Comments