Author: Richard H. Thaler, Cass R. Sunstein
Tentang: Secara default, keputusan atau pilihan yang kita buat diproses di "otak cepat" (baca "Think Fast and Slow"). Yang artinya, kita sangat rentan terhadap beberapa bias yang bikin keputusan yang kita ambil jadi kurang baik. Buku ini ngajarin gimana kita sebagai "architect of choice" bisa nge-dorong orang lain buat milih keputusan yang lebih baik, tanpa mengurangi kebebasan memilih orang tersebut.
Komentar: Meskipun buku ini lebih banyak aplikasi nya di level institusional, tips2nya bisa juga diterapin ke kehidupan sehari-hari atau bisnis-bisnis kecil-menengah. Buku ini juga ngasih tau bahwa dorongan sosial sangat berpengaruh ke keputusan yang kita ambil.
Buku ini dalam 3 kalimat:
- Tanpa ada 'dorongan' khusus, pilihan manusia bakal rentan kena bias (anchoring, availability, representative, default, loss aversion). Akibatnya, pilihan yang diambil sering kali kurang baik.
- Untuk itu, ada beberapa teknik supaya mereka lebih ter-dorong ke pilihan tertentu. Contoh: Pake flow chart, opsi default, "invest" di depan, kasih insentif, dll
- Disamping itu, dorongan sosial seperti konformis, identitas, norma sosial, juga bisa dipake buat nge-dorong manusia buat ngambil keputusan tertentu.
1. Bias saat memilih
Beberapa contoh bias saat kita milih pake "otak cepat":
- Anchoring bias: Cenderung membandingkan sesuatu dengan pengalaman atau pengetahuan kita sebelumnya.
- Contoh: Meskipun secara umum harga pasaran Rp20ribu untuk kopi itu tergolong murah, orang yang biasa ngopi dengan harga Rp5ribu itu bakal bilang sebaliknya, karena dia men-jangkar-kan nilai 20ribu ke harga yang jauh lebih murah yang biasa mereka keluarin buat kopi.
- Availability bias: Cenderung membesar-besarkan atau mementingkan sesuatu yang lebih banyak tersedia informasinya.
- Contoh: Orang lebih gampang percaya kalo rokok bahaya, dibanding bahaya gula yang sejatinya lebih serem daripada rokok. Kenapa? karena berita tentang bahaya rokok jauh lebih banyak daripada berita tentang bahaya gula. Intinya, jangan hanya karena jarang ada beritanya, sesuatu jadi terkesan engga penting/sepele.
- Default bias: Cenderung tetep sama kebiasaan lama meskipun ada alternatif yang lebih baik. Kalo ga rusak, kenapa harus diperbaikin?
- Contoh: Terbiasa naik ojol, pas udah dibuka jalur busway baru ogah nyobain, padahal bisa jadi lebih cepet dan murah.
- Loss aversion: Rasa sakit kehilangan sesuatu lebih dasyat daripada dapet sesuatu yang lebih.
- Contoh: Level kebahagiaan kita bisa naik 1 poin waktu nemu duit 50ribu dijalan. Tapi, di lain skenario, kalo duit kita ilang 50ribu, level kebahagiaan kita turun 2 poin.
2. Tips nge-dorong orang buat milih yang kita mau
- Flow chart - dengan kita kasih diagram yang jelas kelebihan kekurangan dari sebuah pilihan apa, manfaat yang didapet apa aja, kita bisa lebih mempermudah proses pengambilan keputusan buat orang lain
- Contoh: Kalo kita adalah agen asuransi, kita bisa kasih tau secara detail setiap kelebihan/kekurangan dari plan kita apa aja, benefit nya apa, dll
- Kasih opsi default - seperti yang udah dibahas diatas, kita bakal cenderung ngelakuin kebiasaan lama (default) meskipun ada opsi yang lebih baik. Nah ini kita bisa manfaatin dengan cara ngubah "default" nya
- Contoh: Biasa ditemuin di service dengan model subscription kaya Netplix, YuTub, Disniy+, dimana kalo kita diem aja, defaultnya adalah subscription nya lanjut.
- Contoh lain: Menu makanan paket sebagai default. Kalo yang pesen mau modif mereka harus minta ke kasirnya. Ini bisa dipake buat ngejual menu makanan yang kita mau, kaya jual makanan sepaket sama salad misalnya biar sehat.
- "Bayar" di depan - Dengan orang udah "invest" di depan, mereka bakal lebih ter-dorong buat dateng ke aktivitas tersebut
- Contoh: Gym membership, katering makan, biaya les atau pelatihan. Kalo kita udah bayar didepan, besar kemungkinan kita ga mau bolos karena kita ga mau rugi (liat poin "loss aversion" di atas)
- Ini trik yang bisa dipake kalo kita mau ngebiasain makan sehat, dengan bayar katering di depan menu sehat buat satu bulan kedepan.
- Kasih insentif - Dengan kita kasih insentif ke pilihan tertentu, kita bisa bikin orang lain cenderung milih ke pilihan tersebut
- Contoh: Kalo kita mau bikin orang lain makan sayur, kita bisa bikin menu sayur di toko/restoran kita ada diskon khusus.
- Kasih pilihan yang terbatas - Kadang toko atau perusahaan kita punya banyak banget pilihan yang bikin bingung customer kita sendiri. Nah, kalo misal ada 10 pilihan, kita bisa langsung aja "tembak" kasih 2-3 pilihan ke customer kita
- Contoh: Misal ada 10 pilihan warna, langsung aja "Jadi, bapak lebih suka hitam atau merah?"
- Cara ini juga bisa dipake buat ngeyakinin calon customer buat beli produk kita. Daripada nanya "Jadi, bapak mau coba produk kita?" Kita bisa langsung nanya "Jadi bapak mau coba yang paket A atau langsung yang B aja pak?"
3. Dorongan sosial
- Informational Cascade: dimana orang akan cenderung "ngikut" sama informasi pertama yang mereka denger, meskipun mereka mungkin punya opini yang berlawanan.
- Contoh: Ada 5 orang manajer lagi meeting tentang pelamar kerja. Dua manajer ga setuju, Tiga setuju. Waktu pemilik perusahaan nanya masing-masing manajer, yang ditanya duluan adalah manajer yang ga setuju, manajer kedua yang ditanya sebenernya setuju, tapi karena ga enak sama manajer yang pertama, dia ikutan ga setuju juga. Manajer berikutnya ga setuju. Otomatis, dua manajer terakhir ikut-ikutan ga setuju juga.
- Ada baiknya, kalo proses kaya gini dilakuin voting tertutup supaya keputusan satu orang ga mempengaruhi yang lain. Manusia pada dasaranya adalah mahkluk konformis, mereka cenderung ngikut apa yang mayoritas bilang atau lakuin.
- Peer-pressure: nyambung sama sebelumnya, orang bakal cenderung ngikut kebiasaan dan perilaku orang-orang terdekat. Pernah denger istitlah ini kan? "kamu adalah 5 orang terdekat mu"
- Contoh: Kalo kalian kumpul sama orang sehat dan rajin olahraga, kalian bakal ikut2an juga. Kalo kumpulan kalian punya gaya hidup boros, kalian bakal ikut boros juga.
- Norma sosial: perilaku manusia sedikit banyak dipengaruhi sama norma yang berlaku. Problemnya adalah, kalo norma nya udah ga relevan, mereka bakal tetep ngikutin (inget, manusia prefer sama default di poin "bias saat memilih")
- Di sebuah studi, para suami percaya sama norma sosial bahwa laki-laki adalah pencari rezeki, dan perempuan sebaiknya engga bekerja. Tapi begitu ditanya secara private, sebagian suami ini diem2 ngijinin istrinya kerja juga. Begitu akhirnya semua suami dikasih tau bahwa ada sebagian dari mereka yang ngijinin istrinya, norma sosial yang udah ga relevan pun runtuh, dan tercipta norma sosial yang baru: "Istri bebas mau kerja atau engga"
- Identity-based cognition: Manusia bisa dikomporin kalo identitas nya disebut. Tau kan gimana semangatnya orang debat kalo agama, atau nationalitas nya dihina? Nah mereka juga akan tergerak dengan hal yang sama
- Contoh: Iklan masyarakat "Orang Jakarta Peduli Kebersihan" lebih efektif daripada "Buanglah sampah pada tempatnya".
- Bukan cuma identitas, kita juga bakal cenderung ngikutin apa yang dilakuin orang yang diposisi yang sama kaya kita.
- Contoh: "Tamu sebelumnya di kamar ini menggunakan kembali handuknya" cukup efektif bikin tamu hotel pake handuknya lagi (dalam konteks ngehemat air cucian dan go green).
- Contoh lain: "83% dari karyawan kantor ini sudah submit laporan pajak mereka" bakal bikin mereka yang belum jadi buru-buru garap laporan pajak mereka.
Comments
Post a Comment